Catatan Perjalanan :
Keliling
Setengah Amerika
22.
Apel Besar Itu Bernama New York
Kalau
ada sebuah kota di Amerika yang namanya hampir selalu melekat
setiap kali orang awam di luar Amerika berbicara tentang wilayah
Amerika, maka kota itu adalah New York. Bukannya ibukota
Washington DC, atau kota-kota lainnya. Di seputar kota ini banyak
terpampang nama-nama yang sepertinya sudah sering kita dengar.
Bisa jadi karena pengaruh dari film-film Amerika yang berlatar
belakang kota New York, dari majalah, buku atau media masa
lainnya.
Melihat
huruf-huruf NYPD orang akan cepat memahaminya sebagai New York
Police Department. Telinga kita rasanya juga tidak asing
mendengar kata-kata seperti The Bronx, Brooklyn, Manhattan,
Harlem, China Town, Broadway, Times Square, dsb. yang merupakan
nama-nama tempat di seputaran New York City. Juga nama-nama
seperti New York Stock Exchange dan Wall Street yang berada di
himpitan gedung-gedung tinggi di Lower Manhattan atau sisi
selatan daratan Manhattan.
Banyak
nama-nama lain yang sudah sering saya dengar sewaktu di Indonesia
dan ternyata ada di New York, seperti misalnya Reuter, CNN, MTV,
MGM, Trump Tower, Chrysler Building, Sixth Avenue, Hard Rock
Café, Planet Holywood, dsb. Times Square yang menjadi pusat
keramaian saat menyambut milenium baru pada malam tahun baru 2000
tahun lalu ada di salah satu sudut jalan Broadway yang sebenarnya
tidak terlalu lebar.
Di
sudut yang lain ada Madison Square Garden yang merupakan
gelanggang tertutup untuk berbagai kegiatan olah raga dan seni.
Masih banyak lagi saya jumpai nama-nama yang rasanya sudah akrab
di telinga bertebaran di kota ini.
Salah
satu nama yang dahulu pernah menimbulkan rasa ingin tahu saya
adalah Madison Square Garden. Ketika saya masih duduk di bangku
SMP sekitar tahun 1974, saya sering membaca majalah
Aktuil terbitan Bandung. Majalah ini adalah majalah
musik pertama di Indonesia yang cukup digemari anak-anak muda
penggemar musik masa itu. Harga per eksemplarnya sekitar Rp 225.-
Saya
masih ingat majalah ini pula yang pertama kali mempopulerkan
gambar seterika, memberi bonus poster, gambar tempel,
slogan-slogan, dsb. Gambar seterika yang pertama kali dikeluarkan
waktu itu berupa tulisan Im Young and Im
Proud. Hingga kalau ada anak muda masa itu yang
mengenakan kaos oblong dengan tulisan tersebut di bagian dada
atau punggungnya, serasa benar-benar proud dan ora ono
tunggale (exclusive).
Melalui
majalah Aktuil ini saya sering membaca ulasan
pementasan musik yang digelar di Madison Square Garden, dari
group-group nusik dunia seperti Deep Purple, Led Zeppelin, Suzi
Quarto, Emerson Lake and Palmer, dsb. yang diantaranya pernah
juga manggung di Jakarta. Terbayang akan betapa bangganya kalau
waktu itu sempat menjadi salah satu dari sekian ribu penonton
pagelaran musik di Madison Square Garden. Saya membayangkan
Madison Square Garden ini seperti Istora Senayan Jakarta, sebuah
gelanggang megah yang dikelilingi arena terbuka sangat luas di
luarnya.
Kini,
setelah lebih 25 tahun kemudian, saya melihat bahwa ternyata
stadion ini berada terjepit di sela-sela gedung tinggi yang
terletak di antara jalan Seventh dan Eighth Avenue. Karena
lokasinya yang berada di sela-sela belantara bangunan tinggi,
mungkin saya tidak akan pernah tahu stadion ini kalau saja tidak
diberitahu oleh seorang pemandu wisata bahwa itulah Madison
Square Garden.
Kalau
kini ada New Yorker yang menawarkan untuk mengunjungi The Garden,
maka jangan dibayangkan kita akan menuju ke sebuah taman yang
penuh ditumbuhi bunga-bunga, kecuali jika memang sedang digelar
pameran bunga di Madison Square Garden. Stadion yang berkapasitas
sekitar 20.000 tempat duduk itu, kini menjadi pangkalan bagi klub
bola basket New York Knicks dan klub hockey New York Rangers.
Sedangkan pementasan musiknya kini lebih sering digelar di arena
terbuka Central Park.
Selain
pemandangan khas gedung-gedung tinggi, di wilayah Manhattan ini
banyak dijumpai bangunan-bangunan kuno berkonstruksi besi baja.
Bangunan-bangunan bertingkat yang bentuknya seperti apartemen
yang tersekat-sekat dan tiap-tiap apartemennya mempunyai teras
yang dipagar besi dan dilengkapi dengan tangga besi yang dapat diplorotkan
(diturunkan) sebagai jalan keluar darurat
Kita
sering melihat pemandangan ini di film-film televisi maupun layar
putih. Biasanya tampak digambarkan sebagai daerah kumuh, daerah
yang banyak dihuni orang berkulit hitam, atau adegan pak polisi
yang sedang kejar-kejaran dengan penjahat. Rasanya hanya di film
Pretty Woman saja kalau ada wanita cantik dan pria
kaya yang memainkan lakon romantis di tangga besi bangunan kuno
semacam ini.
***
Itulah
sisi lain dari kota New York. Sebuah kota yang hingga kini
menjadi salah satu kota tujuan bagi para pendatang dari seluruh
dunia yang ingin mewujudkan impiannya meraih sukses. Jutaan
pendatang (halal maupun haram) menyatu dalam sebuah komunitas
kota yang heterogen, menjadikan kota New York menjadi sangat
padat untuk ukuran sebuah kota di Amerika. Namun toh New
York tetap menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Terbukti
setiap tahunnya New York dikunjungi oleh lebih 23 juta orang
wisatawan dari seluruh dunia.
Roda
kehidupan yang nyaris tak pernah berhenti menjadikan New York bak
sebuah buah apel raksasa yang tidak habis-habisnya dibagi-bagi
dan dijadikan rebutan. Para New Yorker bangga menyebutnya sebagai
the Big Apple. Setiap orang berebut untuk dapat menikmati
sepotong saja dari buah apel besar itu. Sudah pasti akhirnya ada
yang memperoleh irisan besar dan ada pula yang hanya kebagian
secuil kecil.
Dengan
UMR (Upah Minimum regional) yang ditetapkan Departemen Tenaga
Kerja wilayah negara bagian New York sebesar US$5.15 per jam
(kurang lebih senilai dengan sekali makan siang di wartegnya
Amerika, atau satu setengah pak rokok Marlboro, atau 12 liter
BBM) cukup menjadi iming-iming bagi calon pendatang. Terutama
para calon pendatang dari negara-negara berkembang untuk menjadi
bagian dari penduduk kota yang terdiri dari berbagai ras suku
bangsa dari seluruh dunia, lalu turut memutar roda ekonomi, baik
dengan cara yang halal maupun yang menghalalkan segala cara.
Besarnya
upah minimum US$5.15 per jam (apalagi kalau meng-kurs-kannya dari
pelosok desa di Jawa), memang jumlah yang cukup besar untuk
ukuran pekerja serabutan di sektor non-formal. Iming-iming ini
setidak-tidaknya terbukti telah membuat istri seorang teman yang
tinggal di sebuah dusun di Jawa sana rela meninggalkan
keluarganya demi mengais sepotong kecil dari buah apel besar.
Dan, apel besar itu bernama New York.
Sayang
saya tidak berhasil menghubungi istri teman saya itu selagi saya
berada di New York, sehingga tidak banyak ceritera yang dapat
saya dengar. Ceritera yang pasti akan lebih menarik ketimbang
pementasan teater di Broadway. Menarik kalau itu menjadi sebuah
kisah sukses, dan mengharukan kalau itu menjadi kisah kegagalan.
Paling tidak, akan menjadi cermin yang lebih realistis tentang
impian hidup seorang anak manusia. Impian seperti apa sih yang
didambakan oleh seorang wanita (baca : ibu muda) yang datang
jauh-jauh ke New York dari sebuah desa di pelosok Jawa, hingga
rela meninggalkan anak dan suaminya?.
Itulah New York,
yang diresmikan berdirinya pada tanggal 27 April 1686. Kini kota
metropolitan ini dihuni oleh lebih dari 7 juta jiwa penduduk
dengan tingkat kepadatan lebih dari 9.000 jiwa per km2. Kalau
saja pada tahun 1664 bangsa Inggris melalui Duke of York tidak
berhasil merebut koloni yang saat itu hanya dihuni oleh 800
penduduk dari tangan Belanda, beberapa hari kemarin ini saya
tentu sedang tidak berada di kota New York, melainkan kota New
Amstredam.- (Bersambung)
Yusuf Iskandar
Belantara
hutan beton New York
Bangunan
kuno berkonstruksi besi baja
Dengan
tangga daruratnya